Rabu, 27 April 2016
RANGKUMAN PAIKEM
Nama : Friescha Azizatun Nisa
Dosen : Lestariningsih, S.Pd., M.Pd
STKIP PGRI Sidoarjo
Pengertian
PAIKEM
PAIKEM
adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus
menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan,
dan mengemukakan gagasan.
Pembelajaran
inovatif bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang menyenangkan. Learning
is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran inovatif. Jika siswa
sudah menanamkan hal ini di pikirannya tidak akan ada lagi siswa yang pasif di
kelas, perasaan tertekan dengan tenggat waktu tugas, kemungkinan kegagalan,
keterbatasan pilihan, dan tentu saja rasa bosan.
Membangun
metode pembelajaran inovatif sendiri bisa dilakukan dengan cara diantaranya
mengakomodir setiap karakteristik diri. Artinya mengukur daya kemampuan serap
ilmu masing-masing orang. Contohnya saja sebagian orang ada yang berkemampuan
dalam menyerap ilmu dengan menggunakan visual atau mengandalkan kemampuan
penglihatan, auditory atau kemampuan mendengar, dan kinestetik. Dan hal
tersebut harus disesuaikan pula dengan upaya penyeimbangan fungsi otak kiri dan
otak kanan yang akan mengakibatkan proses renovasi mental, diantaranya
membangun rasa percaya diri siswa.
Kreatif
dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga
memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana
belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya
secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”)
tinggi.
Menurut
hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil
belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran
tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah
proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan
pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan
tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain
biasa.
C. Penerapan PAIKEM dalam Proses
Pembelajaran
Secara garis besar, PAIKEM
dapat digambarkan sebagai berikut:
- Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
- Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
- Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
- Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
- Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
PAIKEM
diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama KBM. Pada saat yang
sama, gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk
menciptakan keadaan tersebut. Berikut adalah tabel beberapa contoh kegiatan KBM
dan kemampuan guru yang besesuaian.
D. Kemampuan
Guru
- Kegiatan Belajar Mengajar
- Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran
- Guru menggunakan alat bantu dan sumber yang beragam.
- Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan
- Guru melaksanakan KBM dalam kegiatan yang beragam, misalnya:
- Percobaan
- Diskusi kelompok
- Memecahkan masalah
- Mencari informasi
- Menulis laporan/cerita/puisi
- Berkunjung keluar kelas
6. Sesuai mata
pelajaran, guru menggunakan, misalnya:
- Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri
- Gambar
- Studi kasus
- Nara sumber
- Lingkungan
Siswa:
- Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara
- Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri
- Menarik kesimpulan
- Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri.
- Menulis laporan hasil karya lain dengan kata-kata sendiri.
Guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan,
melalui:
- Diskusi
- Lebih banyak pertanyaan terbuka
- Hasil karya yang merupakan anak sendiri
Guru menyesuaikan bahan dan
kegiatan belajar dengan kemampuan siswa
- · Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
- · Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut.
- · Siswa diberi tugas perbaikan atau pengayaan.
Guru mengaitkan KBM dengan
pengalaman siswa sehari-hari.
- Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.
- Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
- Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus-menerus
- Guru memantau kerja siswa.
- Guru memberikan umpan balik.
PROBLEM POSING
PROBLEM POSING
Dosen Pengampu : Lestariningsih, S.Pd., M.Pd
Oleh : Friescha Azizatun Nisa (1431037)
STKIP PGRI Sidoarjo
A.
PENGERTIAN PROBLEM POSING
Problem posing adalah istilah dalam bahasa inggris yaitu
dari kata “Problem” artinya masalah, soal, atau persoalan dan kata “to pose”
yang artinya mengajukan. Problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal
atau pengajuan masalah. Problem posingadalah salah satu model
pembelajaran yang sudah lama dikembangkan, Huda (2013: 276) menyatakan bahwa
problem posing merupakan istilah yang pertama kali dikembangkan oleh ahli
pendidikan asal Brazil, Paulo Freire.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa model problem posing adalah model pembelajaran yang
mewajibkan siswa belajar melalui pengajuan soal dan pengerjaan soal secara
mandiri tanpa bantuan guru.
B. LANGKAH-LANGKAH PROBLEM POSING
Selanjutnya, Saminanto (Maulina, 2013: 20-21) menyatakan bahwa langkah-langkah
model pembelajaran problem posing adalah :
1. Guru menjelaskan materi
pelajaran menggunakan alat peraga,
2. Guru memberikan latihan
soal,
3. Siswa diminta mengajukan
soal,
4. Secara acak, guru meminta
siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas, dan
5. Guru memberi tugas rumah
secara individu.
Langkah-langkah penerapan model problem posing yang dikemukakan oleh Amri dan Saminanto, sejalan dengan pendapat Thobroni dan Mustofa (2012: 351) yang menyatakah bahwa :
1. Guru menjelaskan materi
pelajaran kepada siswa menggunakan alat peraga untuk memfasilitasi siswa dalam
mengajukan pertanyaan,
2. Siswa diminta untuk
mengajukan pertanyaan secara berkelompok,
3. Siswa saling menukarkan
soal yang telah diajukan,
4. Kemudian menjawab soal-soal
tersebut dengan berkelompok.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, bahwa langkah-langkah problem
posing adalah siswa mengajukan dan menjawab soal dengan berkelompok
berdasarkan penjelasan guru ataupun pengalaman siswa itu sendiri.
Maka, langkah-langkah yang
digunakan adalah :
1)
Menjelaskan materi pelajaran dengan media yang telah disediakan,
2)
Membagi siswa menjadi kelompok secara heterogen,
3)
Secara berkelompok, siswa mengajukan pertanyaan pada lembar soal,
4)
Menukarkan lembar soal pada kelompok lainnya,
5)
Menjawab soal pada lembar jawab, dan
6)
Mempresentasikan lembar soal dan lembar jawab di depan kelas.
C.
CIRI-CIRI PROBLEM POSING
Thobroni dan Mustofa (2012: 350) menyatakan bahwa pembelajaran problem posing memiliki
ciri-ciri sebagai berikut.
1. Guru
belajar dari murid dan murid belajar dari guru
2. Guru
menjadi rekan murid yang melibatkan diri dan menstimulasi daya pemikiran kritis
murid-muridnya serta mereka saling memanusiakan.
3. Manusia
dapat mengembangkan kemampuannya untuk mengerti secara kritis dirinya dan dunia
tempat ia berada.
4. Pembelajaran
problem posing senantiasa membuka rahasia realita yang menantang manusia
kemudian menuntut suatu tanggapan terhadap tantangan tersebut.
Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, bahwa model problem
posing ini bersifat fleksibel, mengesankan, menganggap murid adalah
subjek belajar, membuat anak untuk mengembangkan potensinya sebagai orang yang memiliki potensi rasa ingin tahu dan berusaha keras dalam memahami lingkungannya.
D. TIPE MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING
Tiga tipe model pembelajaran problem posing yang dapat dipilih guru
(Usmanto,2007). Pemilihan tipe ini dapat disesuaikan dengan tingkat kecerdasan
para siswa( peserta didik).
1.
Problem posing tipe pre-solution posing
Siswa membuat pertanyaan dan jawaban berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh
guru. Jadi, yang diketahui pada soal itu dibuat guru, sedangkan siswa membuat
pertanyaan dan jawabannya sendiri.
2.
Problem posing tipe within solution posing
Siswa memecahkan pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang
relevan dengan pertanyaan guru.
3.
Problem posing tipe post solution
posing
Siswa membuat soal yang sejenis dan menantang seperti yang dicontohkan oleh
guru. Jika guru dan siswa siap maka siswa dapat diminta untuk mengajukan
soal yang menantang dan variatif pada pokok bahasan yang diterangkan guru.
Siswa harus bisa menemukan jawabannya. Tetapi ingat, jika siswa gagal menemukan
jawabannya maka guru merupakan narasumberutamabagisiswanya. Guru harus
benar-benar menguasai materi.
Penerapan ketiga macam model pembelajaran problem possing menurut Amin Suyitno dalam Sari (2007), menjelaskan bahwa problem posing diaplikasikan dalam tigabentuk aktifitas kognitif matematika sebagai berikut.
a. Pre solution posing
Pre solution posing yaitu
siswa membuat pertanyaan berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Contoh
penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut.
“Dari 85 anak diketahui hanya
12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan
38 anak menyukai biskuit”
Kemungkinan pertanyaan yang
dibuat oleh siswa sebagai berikut.
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?
b. Within solution
posing
Within solution posing yaitu
siswa memecah pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang
relevan dengan pertanyaan guru.
Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan
pernyataan sebagai berikut.
“Dari 85 anak diketahui hanya
12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan
38 anak menyukai biskuit. Berapakahbanyaknyaanak yang menyukai biskuit dan
cokelat?”
Kemungkinan pertanyaan yang
dibuat oleh siswa sebagai berikut.
a) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
b) Berapa banyaknya anak yang
hanya menyukai biskuit?
c. Post solution
posing
Post solution posing yaitu
siswa membuat soal yang sejenis, seperti yang dibuat oleh guru. Jika guru
memberikan pertanyaan sebagai berikut.
“Dari 85 anak diketahui hanya
12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan
38 anak menyukai biskuit
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?”
Kemungkinan pertanyaan yang
dibuat oleh siswa sebagai berikut.
Dari 42 siswa, 45 siswa
menyukai atletik, 38 siswa menyukai senam, dan hanya 8 siswa yang tidak
menyukai atletik dan senam.
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai atletik?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai senam?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai atletik dan senam?
Adapun kondisi dalam
pembentukan soal, menurut Srini M. Iskandar dalam
Syarifulfahmi dibagi menjadi tiga golongan yakni:
1. Kondisi
bebas, yakni jika kondisi tersebut memberi kebebasan sepenuhnya kepada siswa
untuk membentuk soal, karena siswa tidak diberi kondisi yang harus dipenuhi.
2. Kondisi
semi terstruktur, yakni jika siswa diberi suatu kondisi dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya.
3. Kondisi
terstruktur, adalah jika kondisi yang digunakan berupa soal atau penyelesaian
soal.
E.PRINSIP-PRINSIP
Guru matematika dalam
rangka mengembangkan model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) dalam
pembelajaran matematika, dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar berikut :
1. Pengajuan
soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari aktivitas siswa di
dalam kelas.
2. Pengajuan soal
harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa.
3. Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang
ada dalam buku teks, dengan memodifikasikan dan membentuk ulang karakteristik
bahasa dan tugas.
F.KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PROBLEM POSING
Setiap model pembelajaran pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Thobroni dan Mustofa (2012: 349) mengemukakan bahwa kelebihan metode problem
posing adalah :
1.
Mendidik murid berfikir kritis
2.
Siswa aktif dalam pembelajaran
3.
Belajar menganalisis suatu masalah
4.
Mendidik anak percaya pada diri sendiri.
Menurut Norman dan Bakar (2011) menguraikan bahwa kelebihan model problem
posing adalah:
1. Kemampuan
memecahkan masalah/ mampu mencari berbagai jalan dari suatu kesulitan yang
dihadapi
2. Mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman siswa / terampil menyelesaikan soal tentang materi
yang diajarkan.
3.
Mengetahui proses bagaimana cara siswa memecahkan masalah
4. Meningkatkan kemampuan
mengajukan soal dan sikap yang positif terhadap materi pembelajaran.
Sejalan kedua pendapat diatas bahwa kelebihan model pembelajaran problem posing yaitu :
1.
Siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran
2.
Minat yang positif terhadap materi pembelajaran
3. Membantu
siswa untuk melihat permasalahan yang ada sehingga meningkatkan kemampuan
menyelesaikan masalah
4.
Memunculkan ide yang kreatif dalam mengajukan soal
5.
Mengetahui proses bagaimana cara siswa memecahkan masalah.
Kekurangan model problem posing yaitu :
1.
Pembelajaran model problem posing membutuhkan waktu yang lama
2.
Agar perlaksanaan kegiatan dalam membuat soal dapat dilakukan dengan baik perlu ditunjang oleh buku-buku
yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal.
H. SEJARAH PROBLEM POSSING
MenurutSuyitno Amin, 2004 dalam Sari, Problem posing
mulai dikembangkan pada tahun 1997 oleh Lynn D. English dan awal mulanya
diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Kemudian model ini dikembangkan
pada mata pelajaran yang lain. Model pembelajaran problem posing mulai masuk ke
Indonesia pada tahun 2000.
I. TUJUAN DAN MANFAAT PROBLEM POSSING
Menurut pendapat beberapa ahli, yang dikutip oleh Tatag (M. Thobroni, 2011: 349) mengatakan bahwa, metode pengajuan soal
(problem posing) dapat:
1) Membantu
siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap pelajaran sebab
ide-ide siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat
meningkatkan kemampuannya dalam pemecahan masalah.
2) Membentuk
siswa bersikap kritis dan kreatif.
3) Mempromosikansemangatinquiridanmembentukpikiran
yang berkembang dan fleksibel.
4) Mendorong
siswa untuk lebih bertanggungjawabdalambelajarnya.
5) Mempertinggi
kemampuan pemecahan masalah sebab pengajuan soal memberi penguatan-penguatan
dan memperkaya konsep-konsep dasar.
6) Menghilangkan
kesan keseraman dan kekunoan dalam belajar.
7) Memudahkan
siswa dalam mengingat materi pelajaran.
8) Memudahkan
siswa dalam memahami materi pelajaran.
9) Membantu
memusatkan perhatian pada pelajaran.
10) Mendorong siswa lebih banyakmembacamateripelajaran.
J. Hal-hal yang PerluDiperhatikan dalam Pendekatan Pembelajaran Problem Posing
Silver dalam Kadir (2006:8) menyatakan bahwa istilah
problem posing umumnya digunakan pada tiga bentuk kegiatan yang bersifat metematis, yaitu:
1. Sebelum pengajuan solusi, yaitu satu pengembangan masalah awal dari situasi
stimulus yang diberikan
2. Di dalam pengajuan solusi,
yaitu merumuskan kembali masalah agar menjadi lebih mudah untuk diselesaikan
3. Setelah pengajuan solusi, yaitu
memodifikasi tujuan atau kondisi dari masalah yang sudah diselesaikan untuk merumuskan masalah baru
Petunjuk Pembelajaran yang Berkaitan dengan Guru
1. Guru hendaknya membiasakan merumuskan soal baru atau memperluas soal dari soal-soal yang ada di buku pegangan
2. Guru hendaknya menyediakan beberapa situasi yang berupa informasi tertulis,
benda manipulatif, gambar, atau lainnya, kemudian guru melatih siswa merumuskan
soal dengan situasi yang ada.
3. Guru dapat menggunakan soal terbuka dalam tes.
4. Guru memberikan contoh perumusan soal dengan beberapa taraf kesukaran, baik
isi maupun bahasanya.
5. Guru menyelenggarakan reciprocal teaching, yaitu pembelajaran yang
berbentuk dialog antara guru dan siswa mengenai isi buku teks, yang
dilaksanakan dengan cara menggilir siswa berperan sebagai guru. (Sutiarso, 2000).
Petunjuk Pembelajaran yang Berkaitan dengan Siswa
1. Siswa dimotivasi untuk mengungkapkan pertanyaan sebanyak-banyaknya terhadap
situasi yang diberikan.
2. Siswa dibiasakan mengubah soal-soal yang ada menjadi soal yang baru sebelum
mereka menyelesaikannya.
3. Siswa dibiasakan membuat soal-soal serupa setelah menyelesaikan soal
tersebut.
4. Siswa harus diberi kesempatan untuk menyelesaikan soal-soal yang dirumuskan
oleh temannya sendiri.
5. Siswa dimotivasi untuk
menyelesaikan soal-soal non rutin. (Sutiarso, 2000)
Langganan:
Postingan (Atom)