PENEMUAN TERBIMBING
Nama :
Friescha Azizatun Nisa
Dosen : Lestariningsih, S.Pd., M.Pd.
STKIP PGRI Sidoarjo
1.
Pengertian
Model Pembelajaran Penemuan
Menurut Wilcox (Slavin, 1977),
dalam pembelajaran dengan penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar
melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan
melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk
diri mereka sendiri.
Pengertian discovery learning
menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk
mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis
contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari
piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif didalam belajar
di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery
learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan
suatu bentuk akhir.
Menurut Bell (1978) belajar
penemuan adalah belajar yang terjadi sebagai hasil dari siswa memanipulasi,
membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ie
menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan
(conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan
menggunakan prose induktif atau proses dedukatif, melakukan observasi dan
membuat ekstrapolasi.
Pembelajaran penemuan merupakan
salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern.
Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri
melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru
mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan
memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri
mereka sendiri.
Melalui pembelajaran
penemuan, diharapkan siswa terlibat dalam penyelidikan suatu hubungan,
mengumpulkan data, dan menggunakannya untuk menemukan hukum atau prinsip yang
berlaku pada kejadian tersebut. Pembelajaran penemuan disusun dengan asumsi
bahwa observasi yang teliti dan dilakukan dengan hati-hati serta mencari bentuk
atau pola dari temuannya (dengan cara induktif) akan mengarahkan siswa kepada
penemuan hukum-hukum atau prinsip-prinsip.
2.
Tujuan
Model Pembelajaran Penemuan
Bell (1978) mengemukakan beberapa
tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
a.
Dalam
penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam
pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi siswa dalam pembelajaran
meningkat ketika penemuan digunakan.
b.
Melalui
pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi
konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan ( extrapolate ) informasi
tambahan yang diberikan.
c.
Siswa
juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan
tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
3.
Kelebihan
dan Kekurangan Model
Pembelajaran Penemuan
·
Kelebihan
Model Pembelajaran
Penemuan
a)
Siswa
dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.
b)
Menumbuhkan
sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan).
c)
meningkatkan
kemampuan siswa untuk memecahkan masalah ( problem solving ).
d)
Dapat
meningkatkan motivasi siswa.
e)
Menimbulakan
rasa puas bagi siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan
lagi sehingga minat belajarnya meningkat.
·
Kekurangan
Model Pembelajaran
Penemuan
a)
Untuk
materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.
b)
Tidak
semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa
siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah.
c)
Tidak
semua topik cocok disampaikan dengan model ini.
4.
Pembelajaran
Penemuan Terbimbing
Model penemuan terbimbing
menempatkan guru sebagai fasilitator. Guru membimbing siswa dimana ia
diperlukan. Dalam model ini, siswa didorong untuk berpikir sendiri,
menganalisis sendiri sehingga dapat ”menemukan” prinsip umum berdasarkan bahan
atau data yang telah disediakan guru (PPPG, 2004:4)
Model penemuan terbimbing atau terpimpin
adalah model pembelajaran penemuan yang dalam pelaksanaanya dilakukan oleh
siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk guru. Petunjuk diberikan pada umumnya
berbentuk pertanyaan membimbing (Ali, 2004:87).
Dari pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa model penemuan terbimbing adalah model pembelajaran yang
dimana siswa berpikir sendiri sehingga dapat ”menemukan” prinsip umum yang
diinginkan dengan bimbingan dan petunjuk dari guru berupa pertanyaan-pertanyaan
yang mengarahkan.
Seorang guru bidang studi, dalam
mengaplikasikan metode discovery learning di kelas harus melakukan beberapa
persiapan. Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner, yaitu:
a.
Menentukan
tujuan pembelajaran.
b.
Melakukan
identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan
sebagainya).
c.
Memilih
materi pelajaran.
d.
Menentukan
topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh
generalisasi).
e.
Mengembangkan
bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya
untuk dipelajari siswa.
f.
Mengatur
topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke
abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g.
Melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa (Suciati & Prasetya Irawan dalam
Budiningsih, 2005:50).
Carin (1993) memberikan petunjuk
dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan terbimbing sebagai
berikut:
1.
Menentukan
tujuan yang akan dipelajari oleh siswa.
2.
Memilih
metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan.
3.
Menentukan
lembar pengamatan untuk siswa.
4.
Menyiapkan
alat dan bahan secara lengkap.
5.
Menentukan
dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara individu atau secara kelompok
yang terdiri dari 2, 3
atau 4 siswa.
6.
Mencoba
terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa untuk mengetahui
kesulitan yang mungkin timbul atau kemungkinan untuk modifikasi.
Untuk mencapai tujuan di atas
Carin (1993a) menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1.
Memberikan
bantuan agar siswa dapat memahami tujuan dan prosedur kegiatan yang dilakukan.
2.
Memeriksa
bahwa semua siswa memahami tujuan dan
prosedur kegiatan yang dilakukan.
3.
Sebelum
kegiatan dilakukan menjelaskan pada siswa tentang cara bekerja yang aman.
4.
Mengamati
setiap siswa selama mereka melakukan kegiatan.
5.
Memberikan
waktu yang cukup kepada siswa untuk mengembalikan alat dan bahan yang
digunakan.
6.
Melakukan
diskusi tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.
5.
Sintaks
Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Tahap-Tahap Kegiatan Guru :
a.
Menjelaskan
Tujuan/mempersiapkan siswa
b.
Menyampaikan
tujuan pembelajaran
c.
Memotivasi
siswa dengan mendorong siswa terlibat dalam kegiatan
d.
Orientasi
siswa pada masalah
e.
Memberikan
masalah sederhana yang berkenaan dengan materi pembelajaran
f.
Merumuskan
hipotesis
g.
Membimbing siswa dalam merumusknan
hipotesis sesuai dengan masalah yang ada
h.
Melakukan
kegiatan penemuan
i.
Membimbing siswa melakukan
kegiatan penemuan dengan mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi yang
diperlukan
j.
Mempresentasikan
hasil kegiatan penemuan
k.
Membimbing
siswa dalam menyajikan hasil kegiatan, merumuskan kesimpulan/menemukan konsep
l.
Mengevaluasi kegiatan
penemuan
m.
Mengevaluasi
langkah-langkah kegitan yang telah dilakukan
Pembelajaran penemuan terbimbing
pada dasarnya berusaha untuk memadukan metode teknik pengajaran yang berpusat
pada guru ( teacher centered) dengan teknik pengajaran yang berpusat pada siswa
( student centered). Penemuan terbimbing membantu siswa belajar untuk
mempelajari dan mendapatkan pengetahuan dan membangun konsep yang secara unik
mereka miliki karena mereka menemukan sendiri. Penemuan terbimbing adalah
bagaimana (maha)siswa mampu menyususn kembali data, agar mereka mampu
berkembang melampaui fakta sebelumnya dan menyusun konsep baru. Penemuan
terbimbing melibatkan siswa menemukan pengertian-pengertian mereka sendiri,
dalam hal pengorganisasian (Carin, 1993).
6.
Penerapan
Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Adapun menurut Syah (2004:244)
dalam mengaplikasikan model Discovery
Learning di kelas tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan
belajar mengajar secara umum adalah sebagai berikut:
a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).
Pertama-tama pada tahap ini
pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian
dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk
menyelidiki sendiri (Taba dalam Affan, 1990:198). Tahap ini Guru bertanya
dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan
uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu
siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation
dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang
mendorong eksplorasi.
b) Problem statement (pernyataan/ identifikasi
masalah).
Setelah dilakukan stimulation
langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan
bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244).
c) Data collection (pengumpulan data).
Ketika eksplorasi berlangsung
guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
(Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan
untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca
literature, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba
sendiri dan sebagainya (Djamarah, 2002:22).
d) Data processing (pengolahan data).
Menurut Syah (2004:244) data processing
merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa
baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Data
processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi
sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa
akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian
yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
e) Verification (pentahkikan/pembuktian).
Verification menurut Bruner, bertujuan
agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih,
2005:41).
f) Generalization (menarik
kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalitation/ menarik
kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip
umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Atau tahap dimana berdasarkan
hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi
tertentu (Djamarah, 2002:22). Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata
prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi (Junimar Affan, 1990:198).
Terimakasih. Artikel ini sangat membantu
BalasHapusmantap
BalasHapus